Gadis kecil itu bernama Fitri. Ia memang bukan gadis sembarangan. Meskipun usianya baru sebelas, namun ia sudah kelas satu SMP. Katanya, ia pernah dua kali loncat kelas. Kemampuan intelektualnya memang di atas rata-rata. Namun, bukan itu yang membuatku mengaguminya.
Kuingat saat pertemuan pertamaku dengannya (memang sejak saat itu aku tak lagi berjumpa dengannya). Jarum pendek jam tanganku berada di dekat angka tujuh. Malam itu, aku hendak beranjak meninggalkan kantor. Tiba-tiba, kulihat gadis itu berjalan ke arahku. Ia sedang menenteng sekeranjang kue. Rupanya, ia sedang menjajakan kue-kue bikinan ibunya. “Mulai jam empat sore sampai jam delapan malam, kalau kuenya habis saya pulang jam tujuh,” jawabnya ketika kutanya tentang jam-jam ia menjajakan kuenya. “Setiap hari?” tanyaku keheranan. “Ya,” ia pun menjawab pertanyaanku. “Lalu kapan kamu belajar?” aku langsung nyerocos bertanya. “Aku belajar dari jam sembilan sampai jam dua belas. Aku harus rajin belajar karena aku kepingin dapat beasiswa,” jawabnya polos.
Perasaanku bercampur aduk. Antara kagum dan keprihatinan. Di satu sisi aku iri dengan semangat juang yang dimiliki oleh gadis itu. Namun di sisi yang lain aku kasihan dengannya. Saat teman-teman sebayanya sedang asyik main boneka atau nonton sinetron, ia harus menghabiskan malam di jalanan. Dalam hati aku bertanya, kok tega ibunya membiarkan anaknya yang masih polos malam-malam berjalan sendiri. Apakah ibunya tak risau dengan keadaan anaknya. Jangan-jangan dia dijahili oleh pria-pria brengsek yang berkeliaran di malamnya Malang. Ah, barangkali aku yang terlalu kuatir. Semoga saja itu semua tidak pernah terjadi.
Kekaguman dan rasa iba itu mendorong aku “memborong” kue-kue yang dijajakannya. Namun aku mendapatkan lebih dari sekadar kue, tapi sejumput pelajaran bermakna. Hidup harus dijalani dengan penuh semangat, betapa pun beratnya. Aku ini seorang yang mudah patah semangat. Sedikit-sedikit putus asa. Maunya lari dari problema. Aku lupa kalau hidup ini harus diperjuangkan. Tidak bisa hanya sekadar dijalani. Aku jadi ingat tokoh-tokoh iman dalam Alkitab. Mereka semua harus berjuang menjalani sulitnya kehidupan. Nuh harus membangun bahtera sambil memberitakan berita penghukuman Allah. Berpuluh-puluh tahun. Abraham harus menanti anak yang dijanjikan Tuhan di masa tuanya. Elia harus mengungsi dari kejaran tentara Izebel. Paulus berkali-kali hampir mati karena tugas penginjilan. Bahkan, Yesus sendiri mengalami pengorbanan yang maha berat. Namun, mereka terus berjuang sampai akhirnya menang. Memang kita tak bisa mengandalkan usaha kita semata. Kita harus bersandar pada pertolongan dari Tuhan. Tapi kita juga harus berusaha semaksimalnya. Pokoknya, do your best and God will do the rest! Makasih Tuhan untuk inspirasi melalui seorang gadis kecil. Fitri, semoga Engkau berhasil menggapai cita-citamu yang luhur!
Kuingat saat pertemuan pertamaku dengannya (memang sejak saat itu aku tak lagi berjumpa dengannya). Jarum pendek jam tanganku berada di dekat angka tujuh. Malam itu, aku hendak beranjak meninggalkan kantor. Tiba-tiba, kulihat gadis itu berjalan ke arahku. Ia sedang menenteng sekeranjang kue. Rupanya, ia sedang menjajakan kue-kue bikinan ibunya. “Mulai jam empat sore sampai jam delapan malam, kalau kuenya habis saya pulang jam tujuh,” jawabnya ketika kutanya tentang jam-jam ia menjajakan kuenya. “Setiap hari?” tanyaku keheranan. “Ya,” ia pun menjawab pertanyaanku. “Lalu kapan kamu belajar?” aku langsung nyerocos bertanya. “Aku belajar dari jam sembilan sampai jam dua belas. Aku harus rajin belajar karena aku kepingin dapat beasiswa,” jawabnya polos.
Perasaanku bercampur aduk. Antara kagum dan keprihatinan. Di satu sisi aku iri dengan semangat juang yang dimiliki oleh gadis itu. Namun di sisi yang lain aku kasihan dengannya. Saat teman-teman sebayanya sedang asyik main boneka atau nonton sinetron, ia harus menghabiskan malam di jalanan. Dalam hati aku bertanya, kok tega ibunya membiarkan anaknya yang masih polos malam-malam berjalan sendiri. Apakah ibunya tak risau dengan keadaan anaknya. Jangan-jangan dia dijahili oleh pria-pria brengsek yang berkeliaran di malamnya Malang. Ah, barangkali aku yang terlalu kuatir. Semoga saja itu semua tidak pernah terjadi.
Kekaguman dan rasa iba itu mendorong aku “memborong” kue-kue yang dijajakannya. Namun aku mendapatkan lebih dari sekadar kue, tapi sejumput pelajaran bermakna. Hidup harus dijalani dengan penuh semangat, betapa pun beratnya. Aku ini seorang yang mudah patah semangat. Sedikit-sedikit putus asa. Maunya lari dari problema. Aku lupa kalau hidup ini harus diperjuangkan. Tidak bisa hanya sekadar dijalani. Aku jadi ingat tokoh-tokoh iman dalam Alkitab. Mereka semua harus berjuang menjalani sulitnya kehidupan. Nuh harus membangun bahtera sambil memberitakan berita penghukuman Allah. Berpuluh-puluh tahun. Abraham harus menanti anak yang dijanjikan Tuhan di masa tuanya. Elia harus mengungsi dari kejaran tentara Izebel. Paulus berkali-kali hampir mati karena tugas penginjilan. Bahkan, Yesus sendiri mengalami pengorbanan yang maha berat. Namun, mereka terus berjuang sampai akhirnya menang. Memang kita tak bisa mengandalkan usaha kita semata. Kita harus bersandar pada pertolongan dari Tuhan. Tapi kita juga harus berusaha semaksimalnya. Pokoknya, do your best and God will do the rest! Makasih Tuhan untuk inspirasi melalui seorang gadis kecil. Fitri, semoga Engkau berhasil menggapai cita-citamu yang luhur!
Comments