Keterangan:
Tulisan berikut ini masuk dalam kategori "Dari lemari." Semua tulisan yang masuk kategori ini merupakan tulisan-tulisan yang pernah saya buat dan mungkin pernah dipublikasikan. Selamat membaca!
“Perpisahan” yang Mengubah
Sepenggal lirik sebuah lagu pop berbunyi, “bukan perpisahan yang kusesali tapi pertemuan yang kusesali.” Dengan kata lain, pencipta lagu tersebut ingin mengatakan kepada pendengarnya bahwa kalau nantinya ujung-ujungnya berpisah, lebih baik tidak pernah bertemu sekalian, supaya tidak mengalami sedihnya sebuah perpisahan. Memang harus kita akui bahwa perpisahan itu meninggalkan bekas kepedihan yang mendalam, apalagi berpisah dengan orang yang kita kasihi. Dan perpisahan yang paling memedihkan adalah perpisahan permanen, artinya tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi untuk seterusnya. Menurut sebuah survey, ditemukan fakta bahwa stress yang paling mengguncangkan jiwa seseorang adalah kematian orang yang dikasihi (seperti pasangan hidup atau anak). Namun, ada sebuah perpisahan yang tak menimbulkan kesedihan. Sebaliknya,perpisahan itu mendatangkan sukacita besar, memberi semangat hidup, bahkan mengubah hidup sekelompok orang. Perpisahan apakah itu? Yaitu perpisahan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya, ketika Ia diangkat ke surga meninggalkan murid-murid-Nya di dunia.
Perubahan yang radikal
Saya yakin kesedihan yang mendalam menudungi diri para murid Tuhan Yesus, ketika mereka tahu bahwa guru yang mereka kasihi mati dengan cara tragis, digantung di atas kayu salib. Para murid tidak hanya bersedih tapi juga dicekam ketakutan. Mereka takut kalau-kalau mereka ditangkap dan disalib seperti guru mereka. Mereka tercerai berai, bersembunyi, kecewa, dan patah semangat. Yesus yang mereka bangga-banggakan, agung-agungkan, dan menjadi tumpuan harapan mereka kini tidak ada lagi. Mereka kehilangan arah. Tepat seperti yang diujar oleh Tuhan Yesus sendiri kalau murid-murid-Nya akan kucar-kacir seperti domba yang tidak bergembala (Mat. 26:31).
Pada hari ketiga Tuhan Yesus bangkit dari kematian. Kemudian Ia menampakan diri kepada murid-murid-Nya. Mereka itu di antaranya: perempuan-perempuan yang datang untuk meminyaki jasad Yesus, Petrus, dua orang yang sedang berjalan ke Emaus, seluruh murid dengan dan tanpa Tomas. Namun, sepertinya penampakan-penampakan itu tidak terlalu memperbaiki keadaan para murid. Nyatanya mereka masih tetap takut dengan mengunci semua pintu tempat mereka berkumpul (Yoh. 20:19; lagi lagi dalam Yoh. 20:26). Tidak hanya itu saja, bahkan meskipun tahu bahwa Yesus telah bangkit, Petrus dan teman-temannya tetap kembali pada profesi mereka sebelum mengikut Yesus, yaitu menjadi nelayan karena mereka kecewa (Yoh. 21:2-3).
Tapi puji Tuhan, mereka tidak terus-menerus takut, sedih dan patah semangat. Keadaan berubah total! Semua berbalik 180o! Bilamana saat itu terjadi? Pada saat itu kesebelas rasul sedang berkumpul dengan teman-temannya (Luk. 24:33), Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membawa mereka ke Bukit Zaitun. Setelah mengucapkan pesan terakhir, dan memberkati mereka, Yesus terangkat ke surga. Melalui peristiwa kenaikan Yesus ke surga, murid-murid-Nya diubahkan. Alkitab mencatat, “lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah” (Luk. 24: 52-53). Mereka yang dulu sedih kini sangat bersukacita. Para murid yang sebelumnya bersembunyi dari orang-orang Yahudi, tapi sekarang menampakkan diri secara terang-terangan di Bait Allah, yang notabene adalah sentra keagaaman orang Yahudi. Mereka yang tidak punya gairah hidup, menjadi orang-orang yang memuliakan Allah. Sedemikian dasyatnyakah peristiwa kenaikan Tuhan Yesus telah merubah mereka? Apa yang telah mengubah mereka?
Yesus Penguasa dunia ini
Di dalam Alkitab setidaknya dicatat ada dua orang yang diangkat ke surga. Mereka adalah Henokh dan nabi Elia. Menurut tradisi Yahudi, Musa pun diangkat ke surga karena tidak ditemukan jenazah dan makamnya (Ul. 34:6). Tapi kenaikan Tuhan Yesus berbeda dengan kenaikan mereka ke surga. Di mana letak perbedaannya? Perbedaannya sangat signifikan! Tuhan Yesus naik ke surga untuk duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan mereka tidak! Tuhan Yesus sendiri pun telah mengatakan sebelumnya, “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit” (Mark. 14:62). Dan penulis Injil Markus pun menjelaskan peristiwa kenaikan Tuhan Yesus demikian, “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka terangkatlah Ia ke surga lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Mark. 16:19). Mengapa Yesus yang naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah itu sangat mempengaruhi para murid? Bahkan di dalam Perjanjian Baru idiom “duduk di sebelah kanan Allah” sering disandingkan dengan nama Yesus (band. Rom. 8:34; Ef. 1:20; Kol. 3:1; Ibr. 1:3; 8:1; 10:12; 12:12; 1 Pet. 3:22). Hal tersebut menunjukkan bahwa peristiwa naiknya Tuhan Yesus ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah sangat mempengarui para pengikut-Nya. Sebetulnya apa makna dari “duduk di sebelah kanan Allah?” Kata-kata tersebut tidak dapat kita mengerti secara harafiah karena Allah adalah Roh dan tentu saja Ia tidak membutuhkan tahta untuk duduk. Tetapi kata-kata “duduk di sebelah kanan”, berarti diberi kuasa. Pemazmur pernah menulis, “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu” (Maz. 110:1). Di dalam kebudayaan Yahudi “duduk sebelah kanan” berarti orang itu diberi kuasa. Istilah ini hampir mirip dengan idiom bahasa Indonesia, “tangan kanan.” Jika Yesus digambarkan duduk di sebelah kanan Allah, maka di tangan-Nya ada kuasa. Senada dengan itu Rasul Petrus menulis, “(Yesus) yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke surga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya” (1 Pet. 3:22). Rasul Petrus yang adalah salah satu saksi hidup kenaikan Tuhan Yesus, memproklamirkan kekuasaan dan kedaulatan Tuhan Yesus atas segala kuasa yang ada.
Sungguh, setelah menyaksikan Yesus naik ke surga para murid menjadi berubah. Mereka yang tadinya penuh ketakutan dan bersembunyi sekarang menjadi berani menampakkan diri kepada semua orang. Mengapa para murid sekarang menjadi berani? Karena mereka kini telah yakin bahwa Yesus benar-benar Maha Kuasa. Setelah peristiwa kebangkitan Yesus, mereka masih meragukan kuasa Tuhan. Mereka masih bertanya-tanya mampukah Yesus menolong mereka menghadapi kekuasaan pemuka agama dan pemerintah Romawi? Lha wong Yesus sendiri “tidak berdaya” menghadapi hukuman yang dijatuhkan atas diri-Nya, bagaimana mungkin dapat menolong mereka? Tapi dengan mata kepala sendiri mereka telah melihat bahwa Yesus telah naik ke surga dan Ia berkuasa penuh. Bahkan Ia berkuasa atas segala kuasa yang ada.
Saudara, Yesus yang kita sembah sekarang ini masih tetap dan akan selalu berkuasa atas segala sesuatu, juga atas hidup kita dan segala masalah kita. Jadi, kita jangan kuatir, karena ada Yesus yang bertahta di surga. Ia lebih besar dari segala masalah Saudara. Seperti Ia tidak pernah meninggalkan para murid-Nya, Ia pun tidak akan meninggalkan Saudara. Tuhan Yesus tidak hanya berkuasa tetapi Ia juga Allah yang Imanuel, beserta dengan kita.
Sebait lagu ciptaan Charles H. Gaoriel, semoga memberi kita kekuatan menghadapi persoalan hidup ini.
Sepenggal lirik sebuah lagu pop berbunyi, “bukan perpisahan yang kusesali tapi pertemuan yang kusesali.” Dengan kata lain, pencipta lagu tersebut ingin mengatakan kepada pendengarnya bahwa kalau nantinya ujung-ujungnya berpisah, lebih baik tidak pernah bertemu sekalian, supaya tidak mengalami sedihnya sebuah perpisahan. Memang harus kita akui bahwa perpisahan itu meninggalkan bekas kepedihan yang mendalam, apalagi berpisah dengan orang yang kita kasihi. Dan perpisahan yang paling memedihkan adalah perpisahan permanen, artinya tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi untuk seterusnya. Menurut sebuah survey, ditemukan fakta bahwa stress yang paling mengguncangkan jiwa seseorang adalah kematian orang yang dikasihi (seperti pasangan hidup atau anak). Namun, ada sebuah perpisahan yang tak menimbulkan kesedihan. Sebaliknya,perpisahan itu mendatangkan sukacita besar, memberi semangat hidup, bahkan mengubah hidup sekelompok orang. Perpisahan apakah itu? Yaitu perpisahan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya, ketika Ia diangkat ke surga meninggalkan murid-murid-Nya di dunia.
Perubahan yang radikal
Saya yakin kesedihan yang mendalam menudungi diri para murid Tuhan Yesus, ketika mereka tahu bahwa guru yang mereka kasihi mati dengan cara tragis, digantung di atas kayu salib. Para murid tidak hanya bersedih tapi juga dicekam ketakutan. Mereka takut kalau-kalau mereka ditangkap dan disalib seperti guru mereka. Mereka tercerai berai, bersembunyi, kecewa, dan patah semangat. Yesus yang mereka bangga-banggakan, agung-agungkan, dan menjadi tumpuan harapan mereka kini tidak ada lagi. Mereka kehilangan arah. Tepat seperti yang diujar oleh Tuhan Yesus sendiri kalau murid-murid-Nya akan kucar-kacir seperti domba yang tidak bergembala (Mat. 26:31).
Pada hari ketiga Tuhan Yesus bangkit dari kematian. Kemudian Ia menampakan diri kepada murid-murid-Nya. Mereka itu di antaranya: perempuan-perempuan yang datang untuk meminyaki jasad Yesus, Petrus, dua orang yang sedang berjalan ke Emaus, seluruh murid dengan dan tanpa Tomas. Namun, sepertinya penampakan-penampakan itu tidak terlalu memperbaiki keadaan para murid. Nyatanya mereka masih tetap takut dengan mengunci semua pintu tempat mereka berkumpul (Yoh. 20:19; lagi lagi dalam Yoh. 20:26). Tidak hanya itu saja, bahkan meskipun tahu bahwa Yesus telah bangkit, Petrus dan teman-temannya tetap kembali pada profesi mereka sebelum mengikut Yesus, yaitu menjadi nelayan karena mereka kecewa (Yoh. 21:2-3).
Tapi puji Tuhan, mereka tidak terus-menerus takut, sedih dan patah semangat. Keadaan berubah total! Semua berbalik 180o! Bilamana saat itu terjadi? Pada saat itu kesebelas rasul sedang berkumpul dengan teman-temannya (Luk. 24:33), Yesus menampakkan diri kepada mereka dan membawa mereka ke Bukit Zaitun. Setelah mengucapkan pesan terakhir, dan memberkati mereka, Yesus terangkat ke surga. Melalui peristiwa kenaikan Yesus ke surga, murid-murid-Nya diubahkan. Alkitab mencatat, “lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah” (Luk. 24: 52-53). Mereka yang dulu sedih kini sangat bersukacita. Para murid yang sebelumnya bersembunyi dari orang-orang Yahudi, tapi sekarang menampakkan diri secara terang-terangan di Bait Allah, yang notabene adalah sentra keagaaman orang Yahudi. Mereka yang tidak punya gairah hidup, menjadi orang-orang yang memuliakan Allah. Sedemikian dasyatnyakah peristiwa kenaikan Tuhan Yesus telah merubah mereka? Apa yang telah mengubah mereka?
Yesus Penguasa dunia ini
Di dalam Alkitab setidaknya dicatat ada dua orang yang diangkat ke surga. Mereka adalah Henokh dan nabi Elia. Menurut tradisi Yahudi, Musa pun diangkat ke surga karena tidak ditemukan jenazah dan makamnya (Ul. 34:6). Tapi kenaikan Tuhan Yesus berbeda dengan kenaikan mereka ke surga. Di mana letak perbedaannya? Perbedaannya sangat signifikan! Tuhan Yesus naik ke surga untuk duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan mereka tidak! Tuhan Yesus sendiri pun telah mengatakan sebelumnya, “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit” (Mark. 14:62). Dan penulis Injil Markus pun menjelaskan peristiwa kenaikan Tuhan Yesus demikian, “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka terangkatlah Ia ke surga lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Mark. 16:19). Mengapa Yesus yang naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah itu sangat mempengaruhi para murid? Bahkan di dalam Perjanjian Baru idiom “duduk di sebelah kanan Allah” sering disandingkan dengan nama Yesus (band. Rom. 8:34; Ef. 1:20; Kol. 3:1; Ibr. 1:3; 8:1; 10:12; 12:12; 1 Pet. 3:22). Hal tersebut menunjukkan bahwa peristiwa naiknya Tuhan Yesus ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah sangat mempengarui para pengikut-Nya. Sebetulnya apa makna dari “duduk di sebelah kanan Allah?” Kata-kata tersebut tidak dapat kita mengerti secara harafiah karena Allah adalah Roh dan tentu saja Ia tidak membutuhkan tahta untuk duduk. Tetapi kata-kata “duduk di sebelah kanan”, berarti diberi kuasa. Pemazmur pernah menulis, “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu” (Maz. 110:1). Di dalam kebudayaan Yahudi “duduk sebelah kanan” berarti orang itu diberi kuasa. Istilah ini hampir mirip dengan idiom bahasa Indonesia, “tangan kanan.” Jika Yesus digambarkan duduk di sebelah kanan Allah, maka di tangan-Nya ada kuasa. Senada dengan itu Rasul Petrus menulis, “(Yesus) yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke surga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya” (1 Pet. 3:22). Rasul Petrus yang adalah salah satu saksi hidup kenaikan Tuhan Yesus, memproklamirkan kekuasaan dan kedaulatan Tuhan Yesus atas segala kuasa yang ada.
Sungguh, setelah menyaksikan Yesus naik ke surga para murid menjadi berubah. Mereka yang tadinya penuh ketakutan dan bersembunyi sekarang menjadi berani menampakkan diri kepada semua orang. Mengapa para murid sekarang menjadi berani? Karena mereka kini telah yakin bahwa Yesus benar-benar Maha Kuasa. Setelah peristiwa kebangkitan Yesus, mereka masih meragukan kuasa Tuhan. Mereka masih bertanya-tanya mampukah Yesus menolong mereka menghadapi kekuasaan pemuka agama dan pemerintah Romawi? Lha wong Yesus sendiri “tidak berdaya” menghadapi hukuman yang dijatuhkan atas diri-Nya, bagaimana mungkin dapat menolong mereka? Tapi dengan mata kepala sendiri mereka telah melihat bahwa Yesus telah naik ke surga dan Ia berkuasa penuh. Bahkan Ia berkuasa atas segala kuasa yang ada.
Saudara, Yesus yang kita sembah sekarang ini masih tetap dan akan selalu berkuasa atas segala sesuatu, juga atas hidup kita dan segala masalah kita. Jadi, kita jangan kuatir, karena ada Yesus yang bertahta di surga. Ia lebih besar dari segala masalah Saudara. Seperti Ia tidak pernah meninggalkan para murid-Nya, Ia pun tidak akan meninggalkan Saudara. Tuhan Yesus tidak hanya berkuasa tetapi Ia juga Allah yang Imanuel, beserta dengan kita.
Sebait lagu ciptaan Charles H. Gaoriel, semoga memberi kita kekuatan menghadapi persoalan hidup ini.
Tak ku lupakan engkau
(Terjemahan Indonesia menurut Puji-Pujian Kristen)
Janji yang manis, “Kau tak Ku-lupakan”, tak terombang-ambing lagi jiwaku
Walau lembah hidupku penuh awan, nanti ‘kan cerahlah langit di atasku
Reff:
Kau tidakkan Aku lupakan, Aku memimpinmu, Aku membimbingmu
Kau tidakkan Aku lupakan, Aku penolongmu yakinlah teguh
(Terjemahan Indonesia menurut Puji-Pujian Kristen)
Janji yang manis, “Kau tak Ku-lupakan”, tak terombang-ambing lagi jiwaku
Walau lembah hidupku penuh awan, nanti ‘kan cerahlah langit di atasku
Reff:
Kau tidakkan Aku lupakan, Aku memimpinmu, Aku membimbingmu
Kau tidakkan Aku lupakan, Aku penolongmu yakinlah teguh
Comments