Sejak itu, keadaan suamiku makin melemah. Ia tidak pernah keluar dari kamarnya yang ber-AC dingin sekali. Sangking dinginnya, setiap kali aku masuk kamar aku harus pakai jaket. Hanya jam 7 pagi suamiku berjemur di luar karena pada muka dan kepalanya ada jamur, itupun hanya 15 menit. Setiap kali kumasukkan makanan dan minum lewat lobang di perutnya saat ia duduk di ruangan yang tidak ber-AC, keringat mengalir deras dari kepalanya, lalu dia merasa sesak nafasnya. Hal inilah yang menyebabkan suamiku terus tiduran di kamar. Selain itu, suamiku sering jatuh terpeleset dan kakinya sering bergerak-gerak tanpa bisa dikendalikan bila ia berdiri atau berjalan.
Awal Oktober 2007, kepala suami sering berkeringat sangat banyak walaupun ia berada di dalam ruang yang ber-AC dengan suhu dingin. Air liurnya juga banyak keluar dari mulutnya. Akibatnya handuk kecil yang dipakai untuk mengeringkannya harus diganti terus. Ketika suamiku batuk sedikit, lendir yang kental akan menyumbat pernafasannya.
Tanggal 4 Oktober 2007, suamiku kubawa ke dokter spesialis THT. Dokter berkata, ada radang di tenggorokannya. Lalu dokter memberinya antibiotik. Tanggal 5 Oktober 2007 subuh, lendir tetap banyak dan aku berusaha mengambilnya dengan sendok. Lendir itu membuat suamiku susah bernafas. Akhirnya, siang harinya suamiku di-opname di RS Graha, Jepara. Di rumah sakit, lendirnya disedot dengan alat dan suamiku harus memakai oksigen karena suamiku sangat susah untuk bernafas. Malam harinya, paru-paru suamiku di foto rongent. Dr Agung (spesialis penyakit dalam) berkata bahwa di paru-parunya ada radang. Karna suamiku menderita penyakit ALS, dr Agung takut kalau suamiku gagal nafas sedangkan rumah sakit itu tidak punya alat ventilator. Dr Agung menyarankan agar suamiku dibawa ke RS di Semarang. Aku berpikir apabila dibawa ke Semarang, jaraknya jauh, maka aku konsultasi dengan dr Fenny (yang sudah tahu riwayat penyakit suamiku). Lalu dr Fenny menyarankan agar suamiku dibawa ke RS Mardi Rahayu Kudus.
Pada tanggal 6 Oktober 2007 malam, suamiku kubawa ke Kudus. Saat itu, kondisi suamiku semakin lemah. Ia tidak mau membalas sms teman-temannya (padahal sebelumnya hampir setiap hari dia sering ber-sms-an dengan teman-temannya. Selain itu, bila hendak kencing tidak mau bilang sehingga terpaksa suamiku pakai diapers.
Tanggal 7 Oktober 2007, paru-paru suamiku difoto x-ray lagi karna hasil dari RS Graha tidak begitu jelas. Hasilnya sama, radang paru-paru. Pengobatan yang dilakukan adalah suamiku disuntik antibiotik lewat infus.
Tanggal 9 Oktober 2007, infus sudah diambil dan kelihatannya suamiku sudah membaik. Sebelumnya, lendir suamiku berwarna hijau dan banyak keluar, sekarang sudah bening dan tidak banyak keluar. Kata dr Fenny, suamiku harus berlatih untuk tidak memakai oksigen bila hendak pulang. Oleh sebab itu, suamiku mencoba untuk melepas oksigen di hidungnya. Tetapi baru sebentar dilepas, ia sudah minta dipasang lagi.
Sampai tanggal 10 Oktober 2007 pagi, suamiku bernafas dengan membuka mulutnya, karena selain batuk, ia juga pilek maka ada lendir kering di hidungnya yang menyumbat pernafasannya. Hari itu aku membersihkan hidungnya, tetapi tetap saja suamiku bernafas dengan membuka mulutnya. Lalu, ia juga minta disedot lendir di mulutnya, tetapi karena alat tampung lendir sudah penuh, itu membuat air dan lendir menyemprot keluar, maka suamiku tidak jadi disedot oleh suster. Malah keluar keringat begitu banyak tidak hanya di kepala tetapi dada dan punggung Lalu, kupanggil suster. Ternyata, suamiku sudah tidak sadar. Lalu oksigen dibesarkan, ia diberi infus dan diperiksa denyut nadi. Dari hasil pemeriksaan, gula darah dan tekanan darah suamiku semuanya baik. Dokter menyuruh diperiksa kadar oksigen di darah, meskipun agak susah untuk menemukan pembuluh darahnya, tetapi akhirnya sebagian bisa diambil. Ternyata, darah yang diambil tadi tidak mencukupi untuk pemeriksaan kadar oksigen dalam darah. Akhirnya, orang laborat datang lagi untuk mengambil darah suamiku. Waktu dicari nadinya, ternyata denyutnya makin lemah dan kadang hilang maka suster dipanggil untuk menolong suamiku. Suster menyuntikkan adrenalin dan melakukan menekan dadanya, memompa oksigen, tetapi suamiku tidak bisa tertolong. Ia sudah menghadap Sang Pencipta kira-kira pukul 11.50 tanggal 10 Oktober 2007. Meski hatiku terasa sedih berpisah dengannya, setidaknya dia sudah tidak menderita lagi (Tamat).
Comments