Skip to main content

Sukacita Natal


SUKACITA NATAL: SUKACITA MACAM APA?

Grinch adalah makhluk hijau mengerikan dengan sekujur tubuh penuh bulu. Pada awalnya ia tinggal di antara para Who, manusia-manusia cebol, di desa Whoville. Namun malang, karena penampilannya yang aneh ia sering diejek dan ditertawakan oleh teman-temannya. Puncaknya, tatkala seluruh penduduk Whoville merayakan natal, Grinch dipermalukan oleh seluruh teman kelasnya. Penolakan itu membuat ia amat benci natal dan semua hal yang berhubungan dengan natal. Akhirnya, Grinch menyingkir dari Whoville untuk menyendiri di puncak gunung sebelah Utara desa Whoville. Di sana ia tinggal sebatang kara bersama anjing kesayangannya, Max. Selama berpuluh tahun, Grinch mengurung diri. Ia tak menampakkan diri pada siapa pun.

Natal kali ini adalah natal yang spesial bagi para Who. Seluruh penduduk Whoville sibuk menyambut perayaan natal ke-1000, yang mereka sebut Whobilation (dari kata Jubilation artinya "perayaan besar"). Mereka semua sibuk membeli kado-kado natal dan baju-baju baru. Mereka juga sibuk menghias desa dan rumah mereka dengan dekorasi natal yang indah. Tak ketinggalan, pesta super meriah pun mereka persiapkan untuk menyambut natal.

Tanpa sepengetahuan para Who, Grinch telah berencana untuk mengacaukan perayaan natal mereka. Pada malam natal, ia mendatangi rumah-rumah para Who untuk mencuri semua benda natal. Hiasan natal, kado-kado, makanan, juga baju-baju baru. Harapan Grinch saat pagi natal datang, seluruh penduduk Whoville akan kecewa dan meratap. Tanpa dinyana Grinch, seluruh penduduk Whoville justru bergandeng tangan, bernyanyi bersama, dan bersukacita. Bagi para Who, sukacita natal bukan disebabkan pernak-pernik dan keramaian natal tetapi persaudaraan dan kasih antar teman dan keluarga.

Cerita tadi adalah ringkasan dari novel yang berjudul How the Grinch Stole Christmas (1957) karangan Theodor Seuss Geisel (1904-1991). Pada tahun 2000, kisah ini difilmkan dengan judul The Grinch dengan tokoh utama diperankan oleh aktor watak Jim Carrey. Film ini bersama-sama dengan sebagian film-film Natal Holywood lainnya telah "mengajar" kita sebentuk sukacita natal, yaitu: sukacita yang terwujud pada kasih antar keluarga dan teman. Satu sisi, ajaran akan sukacita semacam ini baik. Paling tidak film-film ini menanamkan konsep bahwa dalam merayakan natal yang terutama bukan ornamennya—hiasan, kado, baju baru, pesta, atau liburan, melainkan kasih pada sesama manusia. Meskipun demikian, sukacita natal menurut ajaran Alkitab lebih dari sekadar kasih antar manusia.


SUKACITA NATAL: SEORANG RAJA TELAH LAHIR

Natal identik dengan sukacita. Coba tengok warna-warna yang dipakai untuk dekorasi natal! Kebanyakan ornamen natal itu didominasi dengan warna merah dan hijau. Warna-warna cerah dan meriah, bukan warna-warna yang "suram." Konon warna merah dan hijau itu dari merahnya buah apel dan hijaunya pohon cemara. Pada abad ke-14, tiap malam natal gereja menampilkan drama Adam dan Hawa dengan memakai buah apel yang digantung pada pohon cemara untuk buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Natal pun selalu berasosiasi dengan kegembiraan karena sering dianggap sama dengan limpahnya kado dan meriahnya pesta.

Dalam Lukas 2:19, dikatakan para gembala kembali dari mengunjungi bayi Yesus "sambil memuji Allah dan memuliakan Allah." Meskipun tidak ada kata "sukacita" dalam ayat tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa mereka pulang dengan sukacita. Reaksi mereka tepat seperti berita malaikat pada mereka, "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa" (Luk. 2:10). Mengapa para gembala ini pulang dengan bersukacita? Apakah mereka baru saja menyaksikan drama atau konser natal yang meriah? Ataukah mereka baru saja dapat kado natal dan menikmati kue-kue natal-natal? Tentu saja jawabannya tidak.

Pada masa itu, profesi gembala merupakan profesi rendahan dan tidak mulia. Mereka kebanyakan merupakan orang-orang upahan, karena mereka biasanya adalah anak-anak laki yang lahir belakangan sehingga tak mendapat tanah warisan untuk digarap. Tugas mereka sebagai gembala membuat hidup mereka nomaden. Mereka harus terus berpindah-pindah dan selama berbulan-bulan meninggalkan rumah ke tempat-tempat yang jauh untuk mendapatkan rumput dan air bagi domba-domba mereka. Lukas 2:8 menunjukkan hal tersebut. Ketika malaikat menjumpai gembala-gembala itu, mereka sedang tidur beratapkan langit, tepatnya di hamparan padang rumput.

Perginya para gembala upahan ini dari tempat asal mereka selama berbulan-bulan membuat mereka di luar pengawasan si empunya domba-domba itu. Keadaan itu memberikan peluang bagi mereka untuk mencuri anak-anak domba yang baru lahir atau menjual bulu-bulu domba tanpa sepengetahuan pemilik domba. Akibatnya, mereka sering dianggap sebagai orang-orang yang tidak jujur dan tidak dipercaya sebagai saksi di pengadilan.

Para gembala itu meninggalkan kandang itu, dengan sangat bersukacita. Sukacita itu pasti bukan karena hal-hal lahiriah. Mereka tetap orang-orang rendahan. Baju mereka sebelum dan sesudah mengunjungi bayi Yesus tetap sama. Mereka pun tak bergembira karena di kandang itu menerima banyak kado natal. Para gembala itu sangat bersukacita karena pengharapan mereka juga seluruh Israel telah terwujud. Penantian yang panjang itu kini telah sampai pada penggenapannya

Pada masa itu, seluruh umat Israel sangat menantikan penggenapan janji Allah akan datangnya seorang Juruselamat. Setelah dibebaskan dari penawanan bangsa kafir—Babel, Media, lalu Persia—Israel dibawa Tuhan kembali ke tanah kelahiran mereka di bawah pimpinan Zerubabel, Ezra, dan Nehemia (lih. kitab Ezra dan Nehemia). Namun itu tak berarti mereka telah menikmati kedamaian. Ibarat lolos dari mulut buaya tapi masuk ke terkaman singa, di tanah mereka sendiri bangsa Israel dijajah oleh bangsa kafir lainnya, yaitu: bangsa Yunani lalu kekaisaran Romawi. Keadaan itu membuat mereka semakin menantikan datangnya Sang Juruselamat, seperti yang dinubuatkan oleh para nabi.

Kabar baik yang disampaikan malaikat pada para gembala tentang kelahiran Juruselamat bagaikan oase di padang pasir. Malaikat itu berkata, "Jangan takut! Sebab saya datang membawa kabar baik untuk kalian" (Luk. 2:10; Bahasa Indonesia Sehari-hari). Kata "kabar baik" (Yunani: euanggelion) pada masa itu adalah kata khas yang menunjuk pada proklamasi akan kelahiran atau hari ulang tahun seorang kaisar, kedewasaan usia, dan terutama pelantikan seorang kaisar. Para penulis Perjanjian Baru dengan sengaja memilih kata itu untuk menyatakan berita atau proklamasi bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Tuhan. Mereka hendak menyatakan kepada para pembacanya bahwa Yesus adalah Raja dan Juruselamat yang lebih mulia dan berkuasa dari kaisar.

Pada masa itu memerintahlah kaisar pertama Romawi, Kaisar Agustus (63 SM-14 M). Kaisar itu disebut sebagai Juruselamat (Yunani: soter) dan pembawa damai karena ia dipercaya sanggup mengakhiri semua peperangan. Bahkan, ia disebut sebagai allah dan tuhan (Yunani: theos dan kurios). Kepada para gembala itu malaikat memberitakan kabar baik, bahwa yang lahir hari itu adalah Mesias, Raja keturunan Daud, yaitu Tuhan yang menjadi manusia. Bayi yang baru lahir itu adalah Juruselamat dan Sang pembawa kedamaian sejati (dalam Yes. 9:5 disebut Raja Damai). Malam itu, para gembala diundang untuk datang mengunjungi Raja yang baru lahir itu. Oleh sebab itu, setelah para malaikat itu selesai memuji Tuhan dan meninggalkan padang rumput itu, para gembala bergegas pergi ke kandang itu, di mana Bayi kudus dibaringkan dalam tempat makan hewan.

Sepulang dari kandang itu, tentu saja para gembala sangat bersukacita. Mereka telah menyaksikan penggenapan janji Perjanjian Lama akan lahirnya seorang Raja (baca: Mesias). Maka genaplah nubuatan nabi Yesaya, "Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan" (9:2; bdk. 9:3). Yang membuat para gembala itu bersukacita, bukan hanya karena mereka telah melihat penggenapan janji para nabi, tetapi juga karena hari ini telah lahir Raja yang melampaui Kaisar Agustus, raja terbesar saat itu. Dibanding Agustus, bayi Yesus lebih mulia. Yesus datang ke dalam dunia untuk menghadirkan damai yang sejati yang dibangun atas kasih-Nya pada manusia, bukan kekerasan militeristik seperti kekuasaan Romawi. Terlebih, jikalau para kaisar adalah manusia yang mengangkat diri sebagai tuhan dan allah, Yesus adalah Tuhan sendiri yang menjadi manusia (lih. Yoh. 1:1. 14).

Kelahiran Yesus adalah anugerah yang terbesar bagi umat manusia. Oleh karena anugerah itu kita seharusnya bersuka cita. Sangat menarik, kata "sukacita" punya hubungan yang sangat erat dengan anugerah. Dalam bahasa Yunani (bahasa asli Perjanjian Baru), kata "sukacita" adalah "chara" dan kata "anugerah" adalah "charis." Kedua kata itu mempunyai akar kata yang sama. Jadi jelas, sukacita natal seharusnya bukan karena hal-hal yang berbau natal seperti: kado, baju baru, pesta, kue-kue, gaji ke-13, konser, door prize, souvenir, liburan ke luar negeri, atau perjumpaan dengan sanak saudara dan teman. Meskipun hal-hal itu tak ada pada diri kita, seharusnya sukacita natal itu tetap ada karena Raja Yesus, Tuhan dan Juruselamat manusia telah lahir di hati kita. Sukacita natal itu membuncah tatkala kita mengingat akan anugerah Tuhan yang besar. Ia adalah Allah yang mulia, mau merendahkan diri menjadi manusia untuk menyelamatkan kita.


SUKACITA NATAL: WARTA YANG MESTI DISEBARKAN

Sukacita natal tak seharusnya dimonopoli oleh sebagian orang. Sukacita itu harus disebarkan pada semua orang. Seperti para gembala yang segera menyebarkan sukacita itu pada semua orang (Luk. 2:18) demikian pun kita. Meskipun para gembala itu sering dianggap saksi yang tak dipercaya, namun itu tak menghambat mereka menyaksikan kelahiran Sang Raja. Dengan sukacita mereka menggemakan warta yang mereka dengar dari malaikat, "Jangan takut! Sebab saya datang membawa kabar baik untuk kalian kabar yang sangat menggembirakan semua orang" (Luk. 2:10; BIS). Mari dengan sukacita kita menceritakan kisah kasih Tuhan Yesus pada semua orang, karena Raja itu lahir untuk semua.

Comments

Popular posts from this blog

"Perpisahan" yang Mengubah

Keterangan: Tulisan berikut ini masuk dalam kategori "Dari lemari." Semua tulisan yang masuk kategori ini merupakan tulisan-tulisan yang pernah saya buat dan mungkin pernah dipublikasikan. Selamat membaca! “Perpisahan” yang Mengubah Sepenggal lirik sebuah lagu pop berbunyi, “bukan perpisahan yang kusesali tapi pertemuan yang kusesali.” Dengan kata lain, pencipta lagu tersebut ingin mengatakan kepada pendengarnya bahwa kalau nantinya ujung-ujungnya berpisah, lebih baik tidak pernah bertemu sekalian, supaya tidak mengalami sedihnya sebuah perpisahan. Memang harus kita akui bahwa perpisahan itu meninggalkan bekas kepedihan yang mendalam, apalagi berpisah dengan orang yang kita kasihi. Dan perpisahan yang paling memedihkan adalah perpisahan permanen, artinya tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi untuk seterusnya. Menurut sebuah survey, ditemukan fakta bahwa stress yang paling mengguncangkan jiwa seseorang adalah kematian orang yang dikasihi (seperti pasangan hidup ata...

Dislokasi Patellar

“Dislokasi patellar, hmmm . . . apaan tuh?” Barangkali begitu respons, sebagian dari pembaca judul tulisan ini. Saya pun mungkin akan berespons sama, apabila saya tidak mengalaminya sendiri. Secara awam, dislokasi patellar berarti tempurung (lutut) yang bergeser dari tempatnya. Kalau Anda ingin tahu lebih banyak tentang hal ini bisa mengunjungi beberapa website . Silakan klik saja di sini , di tempat ini , dan kata ini . Nah, itu yang sama alami pada hari Rabu malam (3 Oktober 2007). Waktu itu saya sedang olah raga bulu tangkis, bersama dengan rekan-rekan dosen di sebuah lapangan bulutangkis (ya pasti lah main bulutangkis di lapangan bulu tangkis masak di pasar?). Setelah saya melakukan sebuah lompatan, tiba-tiba lutut kiri saya berderak keras. Seketika itu juga saya langsung berpikir, pasti tempurung saya pindah tempat! Gambar lutut kanan yang patellanya bergeser ke kanan Mengapa saya bisa kepikiran begitu? Soalnya tahun 1995 awal, jadi dua belas tahun yang lalu saya pernah mengalam...

GODAAN: KARAKTERISTIK DAN BAGAIMANA MENGHADAPINYA

Bahan PA dari Yakobus 1:12-18 KISAH "TRAGIS" TED HAGGARD Ted A. Haggard adalah seorang pendeta besar. Ia adalah pendiri gereja New Life di Colorado Springs, Amerika Serikat yang beranggotakan ribuan orang. Ia juga ketua Asoasiasi Gerakan Injili Amerika Serikat (National Association of Evangelical). Ironisnya, Ted Haggard dilaporkan oleh Mike Jones, tak lain adalah pelacur laki-laki yang adalah pasangan homoseksual karena telah memaksanya meminum obat terlarang sebelum melakukan perzinahan. Celakanya, hubungan amoral itu telah berjalan selama tiga tahun. Awalnya, Ted Haggard tak mengakui tuduhan tersebut. Belakangan ia mengakuinya. Karena dosa tersebut, pada tanggal 3 November 2006 , Ted Haggard mundur dari jabatannya sebagai pendeta dan ketua Asoasiasi Gerakan Injili Amerika Serikat. Pada tanggal 5 November 2006 , ia menuliskan sebuah pengakuan, "Sebenarnya saya adalah seorang telah bersalah dalam dosa seksualitas. Saya adalah seorang penyesat dan seorang pembohong. Ada ...