Skip to main content

Saliva

Setiap anggota tubuh kita memiliki fungsi. Tak terkecuali ludah. Ludah atau air liur, yang punya nama “keren” saliva, memiliki banyak fungsi. Secara umum, ludah berfungsi: Mencerna makanan secara kimia dengan enzim-enzim yang terkandung di dalamnya; Membantu menelan makanan; Melindungi mulut dari bakteri dan virus. Betapa bergunanya ludah bagi kita meskipun kita tidak menyadarinya.

Namun, ludah hanya berguna bagi diri kita sendiri, bukan bagi orang lain. Ludah kita menjijikkan bagi orang lain, demikian pula sebaliknya, ludah orang lain menjijikkan bagi kita. Pengalaman yang tak mengenakkan dan tak terlupakan adalah saat sebuah mobil menyalib saya yang mengendarai motor, tiba-tiba si pengendara mobil meludah, dan mengenai muka saya. Meskipun hanya kena sedikit, cukup membuat hati saya kesal.

Saya yakin sekali, si pengendara mobil tersebut tidak sengaja meludahi muka saya. Anginlah yang telah membawa ludah itu ke muka saya. Apa yang saya alami sangat berbeda dengan yang dialami Tuhan kita. Alkitab menceritakan bahwa sebelum Tuhan Yesus disalib, para prajurit itu meludahi dan meninju muka-Nya, sambil mengolok-olok Dia. Bahkan, Alkitab mencatat, perbuatan keji mereka kepada Yesus itu dilakukan, setidaknya, dalam dua peristiwa. Pertama, setelah Yesus diadili di hadapan Imam Besar Kayafas (Matius 26:67) dan kedua, setelah Yesus diadili oleh wali negeri Pilatus (Matius 27:30). Para prajurit meludahi muka Yesus memang bukan untuk menyakiti tubuh-Nya, melainkan untuk merendahkan harkat Yesus. Yesus tidak hanya mengalami penyiksaan secara fisik—dilecut, dipukul, dan dipaku—melainkan juga mengalami penyiksaan secara mental—diolok-olok, dijadikan mainan para prajurit, diundi jubahnya, dan diludahi. Namun, yang paling mengerikan adalah Dia telah mengalami penyiksaan secara batin, yaitu ditinggalkan Bapa-Nya sendirian untuk menanggung amarah dan penghukuman Allah.

Dia telah mengalami semua penyiksaan untuk menggenapi firman Tuhan (Lukas 18:31-33). Kurang lebih 2.000 tahun yang lalu, Pencipta alam semesta direndahkan sampai titik nadir, supaya manusia terangkat harkatnya, dari berdosa menjadi mulia.

Dari Buku Seandainya Tuhan Menggunakan Mesin Penjawab

Comments

Popular posts from this blog

"Perpisahan" yang Mengubah

Keterangan: Tulisan berikut ini masuk dalam kategori "Dari lemari." Semua tulisan yang masuk kategori ini merupakan tulisan-tulisan yang pernah saya buat dan mungkin pernah dipublikasikan. Selamat membaca! “Perpisahan” yang Mengubah Sepenggal lirik sebuah lagu pop berbunyi, “bukan perpisahan yang kusesali tapi pertemuan yang kusesali.” Dengan kata lain, pencipta lagu tersebut ingin mengatakan kepada pendengarnya bahwa kalau nantinya ujung-ujungnya berpisah, lebih baik tidak pernah bertemu sekalian, supaya tidak mengalami sedihnya sebuah perpisahan. Memang harus kita akui bahwa perpisahan itu meninggalkan bekas kepedihan yang mendalam, apalagi berpisah dengan orang yang kita kasihi. Dan perpisahan yang paling memedihkan adalah perpisahan permanen, artinya tidak lagi berjumpa dengan orang yang kita kasihi untuk seterusnya. Menurut sebuah survey, ditemukan fakta bahwa stress yang paling mengguncangkan jiwa seseorang adalah kematian orang yang dikasihi (seperti pasangan hidup ata...

Being in Love

Since a month ago, I've been reading a book entitled A Year with C. S. Lewis: Daily Readings from His Classic Works as a part of my daily quiet time. This morning I discovered an insightful writing on love in marriage from the book. I'd like to share it to you in my blog. If the old fairy-tale ending "They lived happily ever after" is taken to mean "They felt for the next fifty year exactly as they felt the day before they were married," then it says what probably never was nor ever would be true, and would be highly undesirable if it were. Who could bear to live in that excitement for even five years? What would become of your work, your appetite, your sleep, your friendships? But, of course, ceasing to be "in love" need not mean ceasing to love. Love in this second sense--love as distinct from "being love"--is not merely a feeling. It is a deep unity, maintained by the will and deliberately strengthened by habit; reinforced b...

Dislokasi Patellar

“Dislokasi patellar, hmmm . . . apaan tuh?” Barangkali begitu respons, sebagian dari pembaca judul tulisan ini. Saya pun mungkin akan berespons sama, apabila saya tidak mengalaminya sendiri. Secara awam, dislokasi patellar berarti tempurung (lutut) yang bergeser dari tempatnya. Kalau Anda ingin tahu lebih banyak tentang hal ini bisa mengunjungi beberapa website . Silakan klik saja di sini , di tempat ini , dan kata ini . Nah, itu yang sama alami pada hari Rabu malam (3 Oktober 2007). Waktu itu saya sedang olah raga bulu tangkis, bersama dengan rekan-rekan dosen di sebuah lapangan bulutangkis (ya pasti lah main bulutangkis di lapangan bulu tangkis masak di pasar?). Setelah saya melakukan sebuah lompatan, tiba-tiba lutut kiri saya berderak keras. Seketika itu juga saya langsung berpikir, pasti tempurung saya pindah tempat! Gambar lutut kanan yang patellanya bergeser ke kanan Mengapa saya bisa kepikiran begitu? Soalnya tahun 1995 awal, jadi dua belas tahun yang lalu saya pernah mengalam...