Karena keadaan suamiku semakin memburuk dan berat badannya tinggal tiga puluh enam kilogram–itu berarti berat sudah turun enam belas kg dari saat ia sehat, ada saudara sepupuku membantuku untuk membawa suamiku untuk diperiksa di Singapura. Selain memeriksakan diri, kami juga hendak membeli obat Rilusol, obat untuk menghambat kelumpuhan yang diderita suamiku. Obat itu tidak tersedia di Indonesia, tetapi hanya dapat dibeli di Singapira, Australia, atau negara lainnya.
Pada tanggal 16 Juli 2007, berangkatlah aku dan suamiku ke Singapura diantar oleh saudara sepupuku ke Singapura. Tanggal 17 Juli 2007, suamiku diperiksa oleh dokter Tan Chai Beng di RS Gleneagles. Sendi-sendi tangan dan kakinya diketuk dengan sebuah alat. Hasilnya, kaki suamiku masih bergerak, tangan kanannya bisa bergerak sedikit, sedangkan tangan kirinya tidak dapat bergerak sama sekali. Sorenya, kami datang lagi ke dokter Tan Chai Beng untuk pemeriksaan EMG. Hasil EMG, suamiku positif terkena penyakit ALS (amyotrophic lateral scheloris).
Kepada aku dan saudara sepupuku (minus suamiku), Dokter Tan Chai Beng menjelaskan bahwa kemungkinan hidup suamiku tinggal dua tahun lagi. Semua otot-ototnya akan lumpuh, dan seperti dokter Fenny bilang, bila sudah sampai otot-otot pernafasan, akan terjadi gagal nafas yang menyebabkan kematian. Untuk menolong agar otot-otot paru-paru tetap bergerak, caranya adalah dengan dipasang alat ventilator. Namun, kebanyakan orang-orang yang kena ALS tidak mau dipasang alat itu. Mengenai obat Rilusol yang hendak kami beli di Singapura, menurut dokter Tan, obat tidak bisa menyembuhkan. Oleh sebab itu, dokter tersebut tidak menyarankan untuk membeli obat tersebut.
Dokter Tan Cai Beng menganjurkan agar di perut suamiku dipasang sebuah alat untuk memasukkan makanan dan minum (pengganti mulut) supaya ia tidak makin kurus. Tanggal 18 Juli 2007, suamiku menjalani operasi kecil untuk dipasang alat tersebut (PEG insertion). Sebetulnya aku tidak hendak membeli obat Rilusol, karena menurut dokter obat itu tidak menyembuhkan. Tetapi suamiku, menanyakan appakah aku hendak membeli obat tersebut. Akhirnya, aku membeli obat Rilusol untuk satu bulan terlebih dadulu. Dokter Tan Chai Beng mengatakan bahwa bila tidak ada kemajuan pada diri suamiku, sebaiknya pembelian obat itu dihentikan karena obat tersebut mahal dan harus beli di Singapore juga harus pesan terlebih dahulu.
Tanggal 21 Juli 2007, kami kembali ke Indonesia (Semarang). Sedangkan, obat Rilusol baru kami terima pada tanggal 23 Juli 2007 dibawa saudaraku yang kebetulan berobat ke Singapore setelah kami. Sedangkan pada tanggal 25 Agustus 2007, aku pesan Rilusol lagi karna ada saudaraku yang lain berobat ke Singapore.
Semenjak dipasang alat PEG insertion di perut suamiku, berat badan suamiku sudah naik 2 kilogram. Selain itu, suamiku memiliki sedikit tambahan tenaga sedikit dan tidak kelaparan lagi karena ia disiplin makan dan minum entrasol kira-kira setiap tiga sampai empat jam lewat selang di perutnya.
Setiap kali membersihkan lidah dan lendir yang ada di mulutnya, suamiku memakai pembersih lidah dengan kubantu mengangkat tangan kanannya. Tanggal 2 September 2007, ketika hendak membersihkan lendir yang menyumbat pernafasannya, tiba-tiba mulut suamiku tertutup. Sewaktu ia hendak membuka mulutnya suamiku justru menekan tertutup rapat, sehingga lidahnya tergigit oleh gigi atas dan gigi bawah tertekan oleh lidah dan gigi atas. Biasanya, setiap kali membersihkan lidah, suamiku mengganjal giginya dengan kayu agar tidak tertutup. Tindakan tersebut membuat adagiginya yang agak goyah. Pada tanggal 2 September 2007 itu, dua gigi depan bawah suamiku semakin goyang hampir copot. Darahnya pun banyak keluar. "Kecelakaan" itu membuat suamiku sangat panik dan gelisah. Oleh sebab hari itu adalah hari minggu maka tidak ada dokter gigi yang buka praktik. Akhirnya, suamiku minta dibawa ke rumah sakit di Semarang atau di Kudus. Kemudian, aku menelpon dokter Fenny yang ada di Kudus. Ia menyarankan agar suamiku dibawa ke RS Mardi Rahayu, Kudus. Agar suamiku tidak gelisah (juga atas permintaannya suamiku) dokter itu memberi valium melalui infus. Pada hari Selasa (tanggal 4 September 2007), barulah gigi suamiku dicabut. Hari Rabunya, infus suamiku dilepas dan suamiku boleh pulang (bersambung).
Comments