PEMURIDAN MENURUT AMANAT AGUNG
Sekarang kita telah memahami bahwa menjadi murid Yesus adalah sebuah perintah yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mengingat pentingnya perintah ini, ada baiknya kita memahami apa sebetulnya makna menjadi murid Yesus menurut Amanat Agung Tuhan Yesus. Selain itu, saya akan memberikan beberapa usulan praktis bagaimana mewujudkan perintah ini.
Belajar Firman Tuhan
Aspek pertama dari pemuridan adalah “belajar.” Saya rasa bukan kebetulan Tuhan Yesus dan para rasul menggunakan istilah “murid” untuk menyebut orang percaya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, orang-orang pada masa itu, memahami kata “murid” sebagai seseorang yang sedang belajar, entah itu belajar secara akali maupun ketrampilan. Tuhan Yesus pun memerintahkan pada rasul untuk memuridkan semua bangsa melalui mengajar mereka. Kata Yesus kepada para rasul, “ajarlah mereka.”
Pengajaran para rasul itu diturunkan dari generasi ke generasi. Puji Tuhan para rasul itu bukan hanya mengajar, namun beberapa dari mereka menuliskan apa yang diajarkan. Apa jadinya bila semua itu tidak pernah ditulis? Mungkin ajaran itu akan berubah seiring dengan berjalannya waktu dan pemindahan tradisi lisan. Atau bahkan hilang. Para rasul, orang-orang terdekat Tuhan Yesus, menulis apa yang mereka lihat dan dengar (lih. 1Yoh. 1:1), sehingga kita sekarang masih dapat mengajar dan mempelajari apa yang pernah Yesus ajarkan.
Betapa banyak orang Kristen kurang memedulikan perihal belajar ini. Sebagian orang Kristen menganggap iman hanya soal hidup kekal (baca: surga). Pokoknya kalau sudah percaya kepada Tuhan Yesus, mereka rasa aman dan tenang karena kalau mati nanti masuk surga bukan neraka. Cuma itu! Padahal Tuhan Yesus dalam doa-Nya kepada Bapa berkata, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh. 17:3). Menurut Tuhan Yesus hidup kekal itu bukan hanya surga, namun juga mengenal Bapa dan Dia. Tensa yang dipakai pada kata “mengenal’ dalam ayat ini adalah present yang artinya adalah sebuah proses yang terus menerus. Mengenal Allah bukan hanya sekali sewaktu kita bertobat, namun seumur hidup kita. Untuk kita, perlu membayar harga. Kita harus berdisiplin dalam belajar Firman Tuhan. Seperti seorang siswa yang mendisiplinkan dirinya untuk belajar setiap hari, bukan hanya sehari menjelang Ujian Nasional (UAN). Sebagai murid Yesus, kita pun harus mendisiplinkan diri untuk belajar Firman Tuhan. Bukan kebetulan bila dalam bahasa Inggris kata “murid” (disciple) sangat dekat dengan kata “disiplin” (discipline).
Menurut sebuah survei di Amerika Serikat, orang Kristen di sana menghabiskan waktu untuk menonton TV tujuh kali lebih banyak daripada untuk membaca Alkitab, berdoa, dan menyembah Tuhan. Bagaimana dengan di Indonesia? Saya rasa tidak jauh berbeda (ataukah lebih buruk?). Televisi kita dibombardir dengan berbagai macam acara, mulai dari sinetron, musik, reality show, lawak, sulap, masak-memasak, kuliner, sampai tayangan berita. Akibatnya kita pun betah duduk berlama-lama menatap “kotak ajaib” itu. Lantas kapan waktu kita untuk membaca Alkitab? Kata teman saya, “lima menit saja cukup! Satu menit untuk berdoa, dua menit untuk membaca satu ayat dan dua menit untuk membaca bahan dari penuntun saat teduh.” Hal tersebut tak mengherankan mengingat sekarang bejibun terbitan penuntun saat teduh, yang menuntun pembacanya untuk membaca satu ayat Alkitab saja sehari. Itu pun tak berurutan. Hari ini dari kitab Mazmur, besok Markus, lusa dari Kejadian, dan seterusnya. Akibatnya, pemahaman orang Kristen terhadap Alkitab menjadi sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh. Tak heran bila ada seorang Kristen yang mengaku telah menjadi murid Yesus sekian lama, menjawab sebuah pertanyaan, “ikan apa yang makan Yunus?” dengan jawaban “ikan Gabus.” Aneh memang, tapi nyata!
Jadi, apa yang harus kita lakukan? Usul praktis saya adalah luangkan waktu untuk membaca Alkitab secara berurutan. Jika Anda membaca tiga pasal setiap hari, niscaya dalam setahun seluruh Alkitab akan dibaca habis. Saran berikutnya, luangkan waktu untuk ikut kelompok-kelompok Pemahaman Alkitab supaya kita bisa belajar bersama. Lalu, jangan ragu untuk bertanya kepada orang lain (mis. hamba Tuhan di gereja Anda) bila ada hal-hal dalam Alkitab yang kurang Anda mengerti.
Hidup menurut Firman Tuhan
Yesus tidak hanya memerintahkan para rasul mengajar orang lain untuk memahami perintah-perintah-Nya. Para rasul juga diperintahkan untuk mengajar para murid untuk “melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:20). Alkitab memberi kesaksian bahwa para rasul dan murid Yesus tidak hanya belajar untuk memahami ajaran Tuhan Yesus, mereka juga belajar untuk melakukan ajaran itu. Dalam Kisah Para Rasul 11:26, tertulis “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Ayat ini menarik karena sebutan Kristen yang artinya “pengikut Kristus” tidak muncul dari kalangan orang percaya, melainkan dari orang non-Kristen. Mengapa orang luar menyebut orang percaya pengikut Yesus? Saya rasa bukan hanya karena mereka menyembah Yesus sebagai Tuhan bukan Kaisar. Alasan lainnya adalah karena hidup mereka seperti kehidupan dan pengajaran Tuhan Yesus yang mereka sembah.
Tuhan Yesus pernah berkata, kepada para murid-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (Mat. 16:24). Di dalam ayat itu kita menemukan hakikat menjadi murid Yesus. Menjadi murid-Nya tidak hanya sebatas mengenal Yesus tetapi juga mengikuti jejak-Nya. Ia mau supaya kita hidup seperti hidup-Nya. Yesus menghendaki kita untuk menanggalkan diri lama kita yang telah dikuasai oleh dosa lalu mengikuti gaya hidup Yesus sepenuhnya, seperti Ia pernah bersabda, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat. 5:48).
Seperti yang telah dijabarkan, kata “murid” (Yunani mathÄ“tÄ“s) mengandung dimensi yang lebih luas dari sekadar pemahaman. Pengertian “murid” pada waktu itu mencakup juga gaya hidup seseorang yang mengikuti apa yang ia pelajari sehingga itu menjadi ciri khasnya. Pertanyaannya adalah apakah ajaran dan diri Yesus telah menjadi gaya hidup kita? Apakah Firman Tuhan telah menjadi ciri kehidupan kita? Apakah orang lain melihat diri Kristus dalam kehidupan kita?
Pada mulanya, Allah menciptakan Adam sebagai gambar-Nya. Itu artinya ia memancarkan kemuliaan dan sifat-sifat Allah. Sayang, dosa telah merusak gambar itu. Pelanggaran manusia terhadap hukum Allah telah membuat gambar Allah dalam diri manusia menjadi kabur. Melalui Kristus, Allah ingin mengembalikan gambar itu. Biarlah kehidupan kita menjadi gambar Allah. Orang dapat melihat Kristus dalam diri kita, seperti perkataan Paulus kepada jemaat di Korintus, “kamu adalah surat Kristus” (2Kor. 3:3).
Alangkah indahnya bila setiap orang Kristen menjadi murid Kristus. Tentunya dunia akan menjadi lebih baik karena di tempat mereka masing-masing orang Kristen akan menaburkan kasih dan memancarkan kemuliaan Allah. Mereka akan memengaruhi dunia bahkan menjadi agen-agen pengubah. Bukan sebaliknya mereka diubah menjadi serupa dengan dunia. Untuk itu, setiap orang Kristen perlu komunitas untuk bertumbuh bersama. Untuk menjalani hidup sebagai murid Yesus di tengah dunia yang rusak ini tidak mudah. Jika kita melakukannya sendirian, kemungkinan besar kita akan hanyut dan kembali pada jalan dunia. Dengan hidup dalam komunitas yang dibangun di atas kasih dan kepercayaan, setiap murid Yesus mendapat kesempatan untuk saling mendukung. Bila ada seorang murid yang lemah yang lainnya menguatkan. Bila ada yang mengalami pergumulan, para murid lain mendoakan.
Memuridkan Orang Lain
Menjadi murid Yesus tidak berhenti pada diri sendiri. Melalui Amanat Agung, para murid diajar untuk tidak menjadi egois. Menyimpan sendiri anugerah keselamatan itu. Mereka diperintahkan Tuhan Yesus untuk “pergi.” Kata “pergi” di sini bukan hanya memiliki arti harfiah, “meninggalkan tempat mereka.” Namun perintah ini juga mengandung arti lain: “meninggalkan zona nyaman (comfort zone) dan keegoisan mereka.” Mereka yang dulunya menganggap keselamatan adalah hak ekslusif orang Yahudi, umat perjanjian, secara perlahan mengalami perubahan paradigma. Mereka yang tadinya menganggap bahwa untuk menjadi murid Kristus harus menjadi orang Yahudi (melalui menjalani ritual sunat dan menghindari makanan-makanan tertentu), sedikit demi sedikit mulai terbuka bahwa menjadi murid Yesus adalah hak bagi semua orang. Semua orang, baik orang Yahudi maupun bukan, punya kedudukan yang sama dalam keluarga Allah. Pada masa kini, banyak orang Kristen punya kemiripan dengan para rasul, setidaknya dalam hal keengganan untuk pergi. Sebagian orang percaya tidak mau memuridkan orang lain dengan berbagai alasan. Ada yang merasa memuridkan adalah bagian para pendeta atau penginjil, bukan tugas mereka. Sebagian lagi, berdalih bahwa mereka tidak bisa. Sedangkan sisanya mengatakan mereka tidak ada waktu. Seorang murid Kristus sejati tak akan lari dari tugas untuk memuridkan orang lain. Tugas memuridkan orang lain meliputi: memperkenalkan Kristus kepada orang lain, kemudian membimbing orang itu untuk bertumbuh dalam pengenalan dan iman kepada Kristus sehingga kehidupannya menjadi serupa Kristus.
Pemuridan itu mirip dengan pola MLM (Multi Level Marketing). Member get member (anggota merekrut orang lain sebagai anggota). Kita yang telah menjadi murid memuridkan orang lain, orang lain itu memuridkan orang lainnya lagi, begitu seterusnya. Praktik semacam ini yang dilakukan oleh para rasul. Murid-murid Yesus pertama hanya dua belas orang, kini telah menjadi milyaran orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Apa yang telah mereka lakukan? Tak lain adalah memuridkan orang. Cikal bakal gereja mula-mula adalah tiga ribu orang yang bertobat karena kotbah Petrus (baca Kis. 2:14-41). Kemudian, tiga ribu orang yang sudah percaya itu dimuridkan oleh para rasul. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul,” demikian deskripsi dokter Lukas tentang orang-orang yang sudah bertobat (Kis. 2:42). Lantas tiga ribu orang ini memuridkan orang lain, demikian seterusnya.
Gereja masa kini memerlukan banyak orang Kristen yang mau terlibat dalam tugas pemuridan. Bila tugas pemuridan hanya dibebankan di pundak para pendeta atau hamba Tuhan penuh waktu maka pemuridan tidak akan berjalan dengan efektif. Tugas para hamba Tuhan adalah membekali—dengan metode dan bahan-bahan—para murid Kristus agar mereka dapat memuridkan orang lain dengan benar. Demikian ditulis oleh Rasul Paulus, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus” (Ef. 4:11-12). Lalu tugas para murid Yesus adalah melakukan pemuridan kepada orang Kristen lainnya, sehingga gereja dapat bertumbuh dan memberikan pengaruh bagi dunia. Tinggal sekarang pertanyaannya: “mau?” (baca seperti reklame sebuah penyedia layanan telepon genggam).
SUMBER:
Coleman, Robert E. The Master Plan of Discipleship. Old Tappan: Fleming H. Revell, 1987.
Eims, LeRoy. Pemuridan: Seni yang Hilang. Tr. Susi Wiriadinata. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1982.
Sider, Ronald J. The Scandal of the Evangelical Conscience. Tr. Perdian K. M. Tumanan. Surabaya: Literatur PERKANTAS Jatim, 2007.
Wilkins, Michael J. Discipleship in the Ancient World and Matthew’s Gospel. 2nd Edition. Grand Rapids: Baker, 1995.
Willard, Dallas. The Great Omission: Reclaiming Jesus' Essential Teachings on Discipleship. New York: HarperSan Francisco, 2006.
Comments